Pela adalah suatu sistem hubungan sosial yang dikenal dalam masyarakat Maluku, berupa suatu perjanjian hubungan antara satu negeri dengan negeri
lainnya, yang biasanya berada di pulau lain dan kadang juga
menganut agama lain di Maluku.
Biasanya satu negeri memiliki paling tidak satu atau dua Pela yang berbeda
jenisnya. Sistem perjanjian pela ini diperkirakan telah
dikenal atau telah ada sebagai bagian kearifan lokal masyarakat Maluku sebelum
masa kedatangan bangsa - bangsa Eropa, terutama Portugis dan Belanda; dan digunakan untuk
memperkuat pertahanan terhadap penyerangan bangsa Eropa yang pada waktu itu
melakukan upaya monopoli rempah-rempah. Pela dianggap sebagai suatu ikatan
persaudaraan antara semua penduduk antar Negeri (baik 2
negeri atau pun banyak negeri) yang bersangkutan dan dianggap suci. Ada empat aturan
dasar Pela yang harus dipatuhi oleh anak negeri antara lain:
1.
Negeri-Negeri
yang memiliki ikatan pela berkewajiban untuk saling membantu negeri yang lain
pada masa genting (bencana alam, peperangan dll.)
2.
Jika
diminta ataupun tidak diminta, maka Negeri yang satu yang berpela dengan negeri
yang satunya lagi wajib memberi bantuan kepada Negeri lain yang hendak
melaksanakan proyek-proyek demi kepentingan kesejahteraan umum, seperti
pembanguanan rumah-rumah ibadah (Gereja atau Masjid), parigi, baileu, sekolah dll.
3.
Bila
seorang mengunjungi Negeri yang berpela dengan Negeri asalnya, maka orang-orang
di negeri pela tempat ia berkunjung itu wajib untuk memberi makanan secara
sukarela kepadanya dan tamu yang sepela itu tidak perlu meminta izin untuk
membawa pulang apa-apa dari hasil tanah atau buah-buahan di negeri yang
bersangkutan.
Semua penduduk
negeri-negeri yang saling berhubungan Pela itu dianggap sedarah sehingga
penduduk dari kedua negeri yang sepela tidak bolehkan untuk saling kawin
mengawini. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dihukum keras oleh nenek moyang
yang mengikrarkan Pela itu berupa kutukan seperti sakit, mati dan kesusahan
lain yang ditujukan kepada Pelanggar maupun anak-anaknya. Pada masa lalu,
mereka yang melanggar pantangan kawin tersebut ditangkap dan disuruh berjalan
mengelilingi Negeri-Negerinya dengan hanya berpakaian daun-daun kelapa dan
dicaci maki oleh penghuni Negeri sebagai seorang pezina/pembuat aib. (anc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar