Minggu, 18 Januari 2015

PELA

Pela adalah suatu sistem hubungan sosial yang dikenal dalam masyarakat Maluku, berupa suatu perjanjian hubungan antara satu negeri dengan negeri lainnya, yang biasanya berada di pulau lain dan kadang juga menganut agama lain di Maluku. Biasanya satu negeri memiliki paling tidak satu atau dua Pela yang berbeda jenisnya. Sistem perjanjian pela ini diperkirakan telah dikenal atau telah ada sebagai bagian kearifan lokal masyarakat Maluku sebelum masa kedatangan bangsa - bangsa Eropa, terutama Portugis dan Belanda; dan digunakan untuk memperkuat pertahanan terhadap penyerangan bangsa Eropa yang pada waktu itu melakukan upaya monopoli rempah-rempahPela dianggap sebagai suatu ikatan persaudaraan antara semua penduduk antar Negeri (baik 2 negeri atau pun banyak negeri) yang bersangkutan dan dianggap suci. Ada empat aturan dasar Pela yang harus dipatuhi oleh anak negeri antara lain:
1.   Negeri-Negeri yang memiliki ikatan pela berkewajiban untuk saling membantu negeri yang lain pada masa genting (bencana alam, peperangan dll.)
2.   Jika diminta ataupun tidak diminta, maka Negeri yang satu yang berpela dengan negeri yang satunya lagi wajib memberi bantuan kepada Negeri lain yang hendak melaksanakan proyek-proyek demi kepentingan kesejahteraan umum, seperti pembanguanan rumah-rumah ibadah (Gereja atau Masjid), parigi, baileu, sekolah dll.
3.   Bila seorang mengunjungi Negeri yang berpela dengan Negeri asalnya, maka orang-orang di negeri pela tempat ia berkunjung itu wajib untuk memberi makanan secara sukarela kepadanya dan tamu yang sepela itu tidak perlu meminta izin untuk membawa pulang apa-apa dari hasil tanah atau buah-buahan di negeri yang bersangkutan.
Semua penduduk negeri-negeri yang saling berhubungan Pela itu dianggap sedarah sehingga penduduk dari kedua negeri yang sepela tidak bolehkan untuk saling kawin mengawini. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dihukum keras oleh nenek moyang yang mengikrarkan Pela itu berupa kutukan seperti sakit, mati dan kesusahan lain yang ditujukan kepada Pelanggar maupun anak-anaknya. Pada masa lalu, mereka yang melanggar pantangan kawin tersebut ditangkap dan disuruh berjalan mengelilingi Negeri-Negerinya dengan hanya berpakaian daun-daun kelapa dan dicaci maki oleh penghuni Negeri sebagai seorang pezina/pembuat aib. (anc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar