Rabu, 11 Februari 2015

Ragam Pakian Adat Maluku (Lease)



Kebaya Putih Tangan Panjang
Jenis pakaian dari bahan brokat berwarna putih ini dahulunya dikenakan oleh wanita-wanita dari kalangan keluarga kerajaan, guru, dan pendeta. Sebagai pelengkap ditambahkan pula kancing pada bagian tangan kebaya dan juga kancing peniti emas disertai dengan cole atau baju dalam dengan panjang lengan sebatas siku yang diberi renda pada bagian atasnya. Cole ini dibuat dari kain berwarna putih dengan kancing dibagian depan dan hiasan belakang berupa bordir. Selain itu ditambahkan pula penggunaan kaos kaki putih dan cenela yang dihiasi dengan motif kembang berwarna emas sebagai alas kaki serta sanggul berbentuk bulan dibagian kepala yang diperkuat dengan tusuk konde yang disebut karkupeng. 

Kebaya Hitam Gereja
Kebaya hitam gereja terdiri dari kebaya berlengan panjang yang dibuat dari bahan brokat hitam serta kain sarung dari jenis brokat yang sama. Penggunaan pakaian ini biasanya dipadukan dengan kaos kaki putih dan cenela hitam, sapu tangan berenda atau lenso berwarna putih, serta sanggul bulan yang diperkuat denan haspel atau tusuk konde yang yang terbuat dari emas atau perak.



Baniang putih merupakan pakaian yang bentuknya menyerupai kemeja dengan bagian leher berbentuk bundar dan diberi kancing putih. Baniang putih biasa dipakai dibagian dalam pakaian lelaki.


Tradisi Berpakain Orang Maluku




Seperti daerah lain di Indonesia, masyarakat Maluku juga memiliki pakaian adat tradisional yang terkenal dengan motif garis-garis geometri atau kotak-kotak kecil yang diperoleh dari anyaman benang beraneka ragam seperti warna merah, coklat, marun, dan sebagainya. Dalam tradisi masyarakat Maluku, pada umumnya pakaian adat hanya digunakan untuk menghadiri acara-acara tertentu seperti pernikahan, upacara adat dan lain-lain. 

Tapi secara umum ada 21 tradisi cara berpakaian orang Maluku yang disesuaikan dengan waktu, acara, atau peristiwa;
antara lain :

-          Cara berpakaian khusus untuk beribadah, atau Pakaing Ibadah”.
-          Cara berpakaian khusus untuk masuk Pesta, atau “Pakiang Pesta”
-          Cara berpakaian khusus untuk acara adat, atau “Pakiang Adat”
-          Cara berpakaian khusus pergi ke Pasar, atau “Pakiang Pasar”
-          Cara berpakaian khusus pergi ke Kebun, atau “Pakiang Kabong”
-          Cara berpakaian khusus pergi ke Laut, atau “Pakiang Mancari di Laut”]
-          Cara berpakaian khusus untuk berperang, atau “Pakiang Parang”
-          Cara berpakaian khusus untuk acara berduka, atau “Pakiang pi Orang Mati”
-          Cara berpakaian khusus untuk orang Kawin, atau “Pakiang Orang Kaweng”
-          Cara berpakaian khusus bagi tokoh-tokoh masyarakat, atau “Pakiang Orang Basar”
-          Dll

Sudah barang tentu dari jenis pakaian-pakaian tersebut, dalam mengatur cara pakainya pun, sejak dahulu telah diatur bedasarkan bentuk, warna, desain model pakaiannya, yang tentunya punya sejumlah makna tersendiri. Ambil misal :
-      Khusus untuk ke acara orang berduka, diharuskan memakai warna hitam, atau warna gelap, dan dilarang keras memakai pakaian yang berwarna merah.
-     Begitupun dengan bentuk baju-baju khas orang Maluku, terkesan begitu longgar dibadan, karena hakekatnya telah tertanam nilai-nilai dasar dari karakter orang Maluku yang spontan dalam berperilaku, agresif,  kekar, keras, dan responsif, sehingga membutuhkan bentuk desain baju yang harusnya lebih besar dari bentuk badan seseorang. Hal ini dapat dilihat dari baju khusus pergi pasar, yaitu baju cele tradisional, yang bermotif kotak-kotak, dan bentuknya lebih besar dari bentuk badan orang perempuan pada umumnya.

-      Atau ada yang berbeda antara baju “Kebaya Dangsa”  dengan “Tumiang”; artinya Kabaya Dangsa seperti blazer dari bagian luar busana ini, dan baju dalamnya yaitu Baniang berwarna putih yang memakai kancing baju dari uang logam atau dari butiran mutiara, sebagai salah satu pakaian pesta yang tentu pula berbeda sekali bentuknya dengan Baju Tumiang. Dikarenakan baju Tumiang hampir mirip dengan Kebaya Dangsa, tetapi pada busana dalamnya itu memakai renda-renda. Sehingga baju Tumiang ini, diakui oleh generasi terdahulu berasal dari budaya orang Sulawesi yang turut berpengaruh pada cara berpakaian budaya orang Maluku pada umumnya.(anc)

Kalawai




Orang Maluku pasti tak asing dengan senjata tradisional mereka, yaitu kalawai. Kata kalawai juga pernah disyairkan dalam lagu Bulan Pake Payong, dalam syairnya;

Bulan pake payong tuturuga batalor
Nona dari ambon datang kaweng di kantor
Kaweng bae bae, jangan laki bakalai
kalo laki bakalai tikam dia deng kalawai
ole sio… sio… sayang ee.........

Kata kalawai berasal dari bahasa daerah Maluku, khususnya daerah Maluku Tengah (Pulau Seram, Ambon, Saparua, Haruku, Nusalaut, Buru dll). Kata kalawai berasal dari dua suku kata, yaknikala dan wai. Kala memiliki arti tikam sementara wai memiliki arti air. Sehingga secara harfiah kata “kalawai” berarti menikam air.

Kalawai merupakan salah satu senjata tajam khas daerah Maluku. Dari segi fisik, kalawai hampir mirip seperti tombak namun bentuk kalawai sendiri biasanya pegangannya terbuat dari bambu. Ujung bambu tersebut kemudian di beri besi tajam. Besi tersebut harus lebih dari satu, dan di ikat melingkari bambu tersebut. biasanya besi kalawai terdiri dari besi-besi kecil ukuran 6 ml dan di asah sampai tajam.

Meski hampir mirip secara fisik dengan tombak, Kalawai memiliki fungsi yang berbeda dengan tombak. Para nelayan meggunakan kalawai di laut untuk mencari ikan. Nalayan tersebut menggunakannya di dalam air. Kalawai bisa juga digunakan di sungai sungai atau danau untuk menangkap hasil laut berupa ikan dan lain sebagainya.

Dengan pengertian secara harfiahnya yakni menikam air, maka jelas bahwa kalawai merupakan alat atau senjata tajam yang biasanya dipergunakan nelayan di dalam air untuk menangkap ikan, gurita, teripang dan lain-lain (anc).

Pantun Cinta Maluku



Nona Manis asal Paperu
Pandang pertama par abang Tulehu
Nyong dari muka dia paleng gaga 
Cuma sayang itu beta pung pela

Tatumbu mata di pesta dansa
baku krep sadap par suka
Nona manis dari Ihamahu
Seng bisa kaweng di Soahoku

Baku langgar di hari sabtu
takanal di hati par hari Minggu
Cinta batumbu di Kariuw
Seng bisa kaweng cowo ini asal Samahu

Pagi hari su putar lagu landoke 
Dorang biking baribut di ruma sabla
Ale memang abuleke 
Romantis tarus deng tunangang lama

Mangael ikang pake gosepa
pake nonae ikang kaluna
biar ada 1000 sama deng luna maya
sabiji areng-areng nona ambon saja 

Kartu exis kartu esia
kartu perdana ada pung pulsa
hubungi nona, beta takor di pulsa
seng apa2 jua, yang penting selalu setia.

Isap rokok bentol biru
ada yang menthol dingin rasanya
cuma chacha karudung biru
biking abang gugup amper mati gaya

Ujang tampias di tiris-tiris
Tamba garos sampe di poris
Cuma ale yang biking beta bisa manangis
akang pung rasa kayak hati tairis-iris
  
Ujung Mamala sampe di Hunimua
Cikar bajalang biking hosa
Ingat ale nona beta su biking dosa
kasih maaf beta biar sakali jua

Senin, 02 Februari 2015

Festival Martha Christina Tiahahu


Fesitival Martha Christina Tiahahu, merupakan sebuah festival yang dilaksanakan sebagai bentuk kecintaan terhadap Pahlawan Nasional Wanita asal Maluku, Martha Christina Tiahahu putri raja negeri Abubu, pulau Nusalaut. Festival ini mulai di gagas oleh Yayasan Parakletos, dan pertama kali diselenggarakan pada tanggal 30 Januari s/d 1 Februari 2015, sebagai salah satu program ekspedisi 1000 Pulau.
Festival ini melibatkan seluruh masyarakat dari ke tujuh negeri (Ameth, Akoon, Nalahia, Titaway, Abubu, Sila dan Leihitu) yang ada di pulau Nusalaut, dan dipusatkan di negeri Abubu tempat kelahiraan sang Srikandi.
Rangkaian kegiatannya antara lain : Book time (30 Januari) dengan membagikan buku kepada sebanyak 1.028 murid SD se-Pulau Nusalaut yang merupakan buku bantuan dari The Asia Foundation. Kemudian kunjungna objek wisata pada 31 Januari dan pada hari berikutnya, puncak festival adalah digelarnya prosesi dari Titawai ke Sila-Leinitu, penyambutan dengan tarian cakalele, dilanjutkan prosesi ke Nalahia, Ameth, Akoon dan berakhir di kampong halaman Martha Christina Tiahahu yakni Abubu. (anc)